makrifat
Tubuh tidak menerima lebih dari satu bentuk. Andai tubuh harus menerima bentuk lain, maka bentuk yang sebelumnya harus dilepaskannya. Prinsip ini juga berlaku untuk semua benda.
Namun bagi jiwa, sementara satu bentuk terterakan padanya, bentuk-bentuk lain yang sepenuhnya berbeda dapat pula diterakan padanya tanpa menghapus bentuk yang pertama.
Setiap benda jasadi hanya dapat menerima bentuk-bentuk terbatas, sedangkan jiwa mampu menerima bentuk-bentuk tak terbatas.
Karena itulah jiwa memiliki eksistensi non-jasadinya sendiri, dan tak dapat punah. Jiwa tidak merosot atau hancur bersamaan dengan merosot atau hancurnya tubuh, atau setelah berpisah dari tubuh. Jiwa berada di alam yang berbeda. Tidak ada kematian atau kepunahan bagi jiwa.
Untuk pemahaman hakiki melalui pintu makrifat tidaklah dapat ditelusuri melalui penalaran akal, melainkan sangat bergantung pada upaya pencapaian kondisi kemampuan menerima makrifat itu sendiri. Karena makrifat adalah anugerah Tuhan bagi seorang hamba Tuhan yang sanggup menerimanya. Ada tiga alat dalam diri manusia yang dapat digunakan untuk ‘berhubungan langsung dengan Tuhan’ yaitu Kalbu (qalb/the heart) untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan – Roh (The spirit) untuk mencintai Tuhan – dan Sirr (inmost ground of the soul) untuk ‘melihat’ Tuhan.
Sirr merupakan alat paling peka lebih halus dari roh apalagi kalbu. Karena sirr bertempat di roh dan roh bertempat di kalbu maka sirr hanya bisa timbul untuk menerima iluminasi dari Tuhan tatkala roh dan kalbu telah disucikan dari segala sesuatu yang mengotori dan menghalangi ‘perjumpaan’ dengan Tuhan. Tatkala gerbang makrifat terbuka, itulah puncak kebahagiaan paling hakiki seorang hamba Tuhan.
Dengan menggiring ego ke titik nol, menggiring kesadaran diri berserah total pada kehendakNya: Jiwa tercerahkan penuh dengan keajaiban-keajaiban pengetahuan maupun kekuatan. Dengan itu semua menguasai seni dan sains. Pancaindera bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap ke dunia luar. Tetapi ajaib dari semuanya ini, hati memiliki jendela yang terbuka ke arah dunia ruh yang tak kasat-mata. Dalam keadaan tertidur, ketika saluran inderanya tertutup, jendela ini terbuka dan menerima kesan-kesan dari dunia tak-kasat-mata; kadang-kadang bisa mendapatkan isyarat tentang masa depan. Hati bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu yang tergambar di dalam Lauhul-mahfuzh. Segala sesuatu tampak dalam hakikat-telanjangnya. Dan kata-kata di dalam al-Qur’an pun menyatakan: “Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini penglihatanmu amat tajam.” Membuka sebuah jendela di dalam hati yang mengarah kepada yang tak-kasat-mata ini juga terjadi ketika intuisi timbul di dalam pikiran – tak terbawa lewat saluran-indera apa pun.
Di zona nol, antara ada dan tiada.
Nabi bersabda bahwa Kebenaran telah dinyatakan:
“Aku tidak tersembunyi, tinggi atau rendah
Tidak di bumi, langit atau singgasana.
Ini kepastian:
Aku tersembunyi di kaibu orang yang beriman.
Jika kau mencari Aku, carilah di kalbu-kalbu ini.”
(Rumi)
sumber:
https://erha22.wordpress.com/category/olah-rasa/page/2/
Comments
Post a Comment
terimakasih atas kunjungan dan komen anda